Renungan Jiwa Empati
Renungan
Jiwa Empati
Oleh:
Muhammad Adam Hussein, S.Pd
Calon
Motivator Spiritual
Renungan
Jiwa Empati
– Banyak orang yang suka kebingungan dalam membedakan mana simpati dan empati,
tapi diantara keduanya yang paling ideal adalah empati. Kalau simpati, ia hanya
bisa merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain tanpa berusaha meringankan
bebannya itu, sedangkan empati sebaliknya ia akan berusaha semampunya untuk
meringankan beban yang dirasakan oleh orang yang terdekat, orang yang
disayanginya, atau orang lain. Nah, pada kesempatan kali ini penulis ingin
mengajak pembaca jauh lebih dalam menyelami renungan jiwa empati,
bersiap-siaplah menerima percikan yang luar biasa yang akan mengubah pembaca
dari sifat yang egois menjadi lebih pengertian, dari sifat sombong ke rendah
hati, dari sifat tidak menghargai sesuatu atau tidak menghargai orang lain
menjadi lebih menghargai, dan perubahan positif lainnya. Semoga membantu dalam
mengevaluasi diri kita dalam menuju pengembangan diri maupun pembenahan diri,
silahkan menyimak!
Definisi
Empati
Sejarah kata empati dalam bahasa Inggris (Empathy)
ditemukan pada tahun 1909 oleh E.B.
Titchener sebagai usaha dari menerjemahkan kata bahasa jerman, fenomena
baru yang dieksplorasi oleh Theodor Lipps pada akhir abad 19. Setelah itu,
diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Jerman sebagai Empathie dan digunakan disana. [Lihat
http://plato.stanford.edu/entries/empathy]
Ilustrasi Gambar Renungan Jiwa Empati |
Dalam buku The 21
Principles to Build and Develop Fighting Spirit karya Wuyarnano (2007 : 72) berpendapat : Istilah empati digunakan
pertama kali tahun 1909 (disesuaikan dengan sumber referensi Stanford Edu,
sebelumnya ditulis 1920-an) oleh E.B.
Titchener, ahli psikologi Amerika, yang memberikan teorinya yaitu: bahwa
empati berasal dari semacam peniruan secara fisik atas beban orang lain, yang
kemudian menimbulkan perasaan serupa pada diri seseorang.
Definisi empati secara etimologis (asal muasal kata), kata
empati berasal dari kata Yunani, em dan pathete artinya, di dalam dan merasakan. Secara istilahnya dapat
disimpulkan sebagai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain. Lawan kata
empati adalah antipati atau sikap membenci dan memusuhi orang lain. [dr. J.B Suharjo B. Cahyono, Sp.Pd, 176,
lengkapnya lihat sumber referensi yang tersedia di bawah]
Definisi empati
dalam buku Psikologi Sosial (2004 :111)
adalah empati termasuk kemampuan untuk merasakan keadaan emosional orang lain,
merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan masalah, dan mengambil perspektif
(sudut pandang) orang lain. [Lihat
sumber referensi lengkapnya dibawah]
Definisi empati
menurut Hodges, S.D., & Klein, K.J
(2001) berpendapat bahwa empati adalah kemampuan dengan berbagai definisi
yang berbeda yang mencakup spektrum yang luas, berkisar pada orang lain yang
menciptakan keinginan untuk menolong, mengalami emosi yang serupa emosi orang
lain, mengetahui apa yang orang lain rasakan dan pikirkan, mengaburkan garis
antara diri dan orang lain. [Lihat
sumber referensi lengkapnya dibawah]
Kesimpulan
Definisi Empati
Empati secara sederhananya adalah kemampuan membaca
perasaan yang dialami oleh orang lain dan juga bisa memposisikan diri apabila
ia menjadi dirinya atau apa yang terjadi dialami juga olehnya.
BERBAGAI RENUNGAN JIWA EMPATI
Renungan Jiwa Empati Pertama
Kemampuan berempati merupakan kemampuan untuk mengetahui
bagaimana perasaan orang lain. Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri, dengan
pengertian: semakin kita terbuka pada emosi diri sendiri, semakin terampil kita
dalam membaca perasaan orang lain.
Semakin besar rasa empati seseorang, maka semakin besar
pula kecenderungannya untuk selalu campur-tangan dalam membantu orang lain.
[Wuryanano,
2007 : 72]
Artinya, dalam jiwa
seseorang tersebut ia mempunyai jiwa sosial yang tinggi dalam membantu
peringanan beban yang dirasakan oleh orang lain yang ada di sekitarnya. Itu
kepekaan perasaan yang luar biasa, karena tak mudah kita mengelola ego maupun
emosi, jika keduanya bisa dikendalikan
maka rasa kepedulian pun akan meningkat jauh dari sebelumnya.
Pada kasusnya, orang yang berempati selalu berbaik
sangka pada orang yang dikenalnya sekalipun ia enggak tahu kalau nantinya bisa dimanfaatkan. Namun ia selalu
berbaik hati dengan secara tulus diberikannya. Karena ia merasa lega bila bisa
membantu orang lain yang membutuhkan pertolongannya. Segala sesuatunya ia
lakukan karena pengabdian dirinya pada Ilahi. Ini yang menjadi kekuatan dalam
dirinya yang jarang sekali kita temukan di zaman modern yang serba modus.
Renungan
Jiwa Empati Kedua
Hargailah segala kerja keras orangtua kita dalam
mengusahakan yang terbaik untuk anaknya. Hargailah pula kerja keras sendiri
dalam mengupayakan segala keinginan terpenuhi.
[Muhammad
Adam Hussein, S.Pd, 2014 : www.adamsains.us]
Pada kasusnya, apabila kita seorang mahasiswa yang biasanya
dibiayai oleh orangtua, maka cobalah sekarang kita yang mencari uang untuk
membiayai kuliah, maka akan diketahui seberapa susahnya dalam mencari uang itu.
Dengan begitu, kita bisa menghargai apa saja yang dilakukan oleh orangtua terhadap
kita sebagai merasakan apa yang dirasakan oleh orangtua ketika berusaha. Ini
juga akan mengajarkan diri kita mandiri. Dan itu juga yang idam-idamkan oleh
orangtua bisa berdiri sendiri tanpa bergantungan pada orangtua, karena kelak
kita akan jauh dari orangtua entah karena kerja atau juga karena menikah.
Umumnya, pekerjaan swasta atau berwirausaha yang dapat menyadarkan kita dari
tidak menghargai kerja keras orangtua.
Dalam memenuhi keinginan kita maka ada yang
diperjuangkan, misalnya ingin membeli sesuatu yang disenangi maka akan
mengumpulkan dulu uangnya dengan cara menabung. Dan menabung bukan perkara
mudah apabila tidak istiqomah. Karena ada saja kebutuhan yang mendadak sebagai
hambatan. Nah disini juga menjadi tantangan buat kita untuk bisa istiqomah
dalam menabung. Dengan adanya perjuangan itu juga yang akan membuat kita
terkenang bagaimana prosesnya dalam mencapai keinginan tersebut. Sehingga
barang yang sudah kita beli biasanya akan terawat dengan baik berbeda bila
uangnya dari orangtua seringkali barangnya sembrono dimana menyimpannya karena
tidak merasa berat bagaimana mengumpulkan uangnya.
Renungan
Jiwa Empati Ketiga
Orang yang berempati,ia adalah termasuk pendengar yang
baik juga sekaligus bisa memposisikan diri sebagai diri orang lain yang ingin
ia dimengerti.
[Muhammad
Adam Hussein, S.Pd, 2014 : www.adamsains.us]
Ilustrasi Gambar Cara Empati terhadap Orang Lain |
Pada kasusnya, orang yang berempati maka ia akan mudah
memahami untuk memaklumi kesalahan orang tidak lantas menyalahkan begitu saja
melainkan ia akan bertanya tentang apa yang menjadi penyebabnya. Ketika
kesalahan orang tersebut mengulangnya tak lantas memarahinya, lagi-lagi ia akan
mencoba mengerti dengan memposisikan dirinya sebagai orang tersebut. Dan
ternyata ketika empati yang sudah dilakukan tidak dihargai atau tidak
dimengerti olehnya, maka kita tak lantas langsung kecewa ataupun kesal.
Sebaliknya kita harus berusaha untuk selalu berbaik sangka padanya. Bisa jadi
ia tidak mengerti apa-apa yang kita inginkan darinya sehingga ia tak lekas peka
terhadap apa yang sudah kita lakukan. Bersabarlah, karena boleh jadi seiring
waktu kedewasaan akan ada dalam dirinya. Dan saat itulah, ia akan mengerti
mengapa kita berempati padanya bukan hanya menunjukkan simpati.
Ia akan selalu bisa mendengarkan curhatan kita sekalipun
ia pernah disakiti. Karena ia memang tidak bisa melwan kata hatinya untuk
membalas. Sebaliknya ia hanya akan lega ketika bisa merasakan apa yang
dirasakan olehnya. Biasanya ini dalam hubungan cinta akan semakin lekat berkat
ketulusannya.
Selain ketika seorang dokter yang memiliki sifat empati,
ia juga akan menjadi pendengar baik pula, sehingga ia tahu bagaimana harus
menjelaskan keadaan diri pasien yang sebenarnya dengan tidak membuat pasien
lemah jiwa. Maka dokter yang berempati tersebut akan mudah diterima oleh
pasiennya, dan kesembuhan bisa diperoleh karena kerjasama antara pihak pasien
dengan pihak dokter yang hasil analisanya akurat karena dokter bisa
memposisikan dirinya sebagai pasien. Sehingga ia tahu apa yang dibutuhkan
pasiennya. Sebaliknya bila dokter yang tidak memiliki sifat empati, maka pasien
tingkat kesembuhannya akan lama karena tidak ada kepercayaan dan juga tidak
kerjasama yang baik. Disini pentingnya empati untuk seorang dokter.
Berbeda bila kita seorang guru ataupun motivator maka
bila kita ingin diterima dengan baik apa yang disampaikan menjadi pembelajaran
hidup atau wawasan yang bermanfaat untuk pendengarnya. Maka posisikanlah diri
kita sebagai pendengar, sehingga kita tahu nantinya apa yang harus dihindari
dan apa yang harus dipertahankan dari cara kita dalam menyampaikan sesuatu
pesan moral/materi pembelajaran. Karena keberhasilan seorang guru atau
motivator bisa dilihat seberapa besar pengaruh perubahan terhadap orang yang
mendengarkannya. Jadi, semakin bijaknya murid kita maka ia sudah menemukan
keutuhan dirinya menjadi lebih baik. Maka dengan itu, jangan gunakan cara
pendekatan yang salah karena akan hanya membuat segalanya menjadi buruk.
Misalnya, terlalu keras dalam mendidik, terlalu berangan-angan, suka
muluk-muluk dalam bicara, dan juga yang tidak realistis.
Apalagi menjadi seorang ayah atau ibu bagi anaknya, maka
ia harus bisa memperlakukannya dengan baik. Dengan cara membentak dan memarahi
bukanlah cara yang terbaik sebaliknya itu yang paling parah, karena apa yang
disampaikan tidak akan mengena di hati sang anak, sebaliknya anak akan
membenci. Untuk itu, kita dengarkan keluhan sang anak, kenapa ia nakal di
kelasnya, kenapa ia bolos sekolah, kenapa ia kurang berminat belajar dan
lainnya, karena boleh jadi itu karena kurangnya perhatian khusus padanya
sehingga ia merasakan kesepian yang menjadikan dirinya tidak peduli dengan
lingkungannya maupun keluarganya. Jadi sudah seharusnya kita bisa menggunakan
pendekatan dari hati ke hati dalam menyelesaikan permasalahan anak maupun
keluarga. Agar kesalahpahaman bisa berhenti dengan segeranya. Dengarkanlah alasan dan jawaban dari sang anak lalu beri pengertian dan pengarahan dari kita sebagai orangtuanya.
Renungan
Jiwa Empati Keempat
Orang yang berempati, ia termasuk orang yang
bertanggungjawab dan ia lebih baik disakiti daripada ia menyakiti karena ia
menyadari apa yang dirasakan apabila terjadi pada dirinya.
[Muhammad
Adam Hussein, S.Pd, 2014 : www.adamsains.us]
Pernahkah kita menemukan seseorang yang rela memberi
pengorbanan ataupun perjuangan yang harus dilewatinya demi seorang yang ia
sayangi. Ia tak pernah lelah untuk selalu menyakinkan pasangannya. Sekalipun
pada akhirnya, hasil yang sebaliknya, dimana ia ditinggalkan. Ia tak berani
memutuskan hubungan ketika kebosanan jumpai olehnya, sebaliknya ia akan
berusaha mempertahankannya. Jika setelah berusaha dan ketika itu harus gagal
maka takkan menjadi lemah jiwa. Karena ia menyadari orang yang disayanginya
bukanlah jodoh pilihan Ilahi, sehingga terjadi ketidakseimbangan dalam berbagi
cinta.
Renungan
Jiwa Empati Kelima
Orang yang berempati suka saling meringankan beban
saudaranya, keluarganya, tetangganya, bahkan orang yang tak dikenal.
[Muhammad
Adam Hussein, S.Pd, 2014 : www.adamsains.us]
Ia mau melunasi hutang orang yang benar-benar kesulitan
tanpa mengharap dibalas hutangnya. Ia menyatuni kaum fakir miskin termasuk pula
anak yatim. Ia selalu berusaha dalam membantu orang lain yang membutuhkannya,
karena ia sadar orang muslim lain adalah saudaranya. Dan masih banyak lagi
sebetulnya, silahkan kembangkan sendiri.
KESIMPULAN
Pada dasarnya daya kekuatan empati dalam diri seseorang
berbeda tingkat yang dimilikinya tergantung pada kualitas hati dan kualitas
iman orang tersebut. Di zaman modern seperti ini, orang yang berempati sangat
langka, kenapa karena masih banyak orang yang mencoba-coba dalam menjalani
hubungan tanpa komitmen, masih banyak pula baik karena ada sesuatunya, masih
banyak orang yang terlihat sholeh/sholehah namun itu hanya topeng atau penampilan
belaka, dan masih banyak lagi yang tanpa kita sadari ia telah melakukan modus
demi modus.
Empati yang dapat disimpulkan adalah kemampuan membaca
perasaan yang dialami oleh orang lain dan juga bisa memposisikan diri apabila
ia menjadi dirinya atau apa yang terjadi dialami juga olehnya.
SARAN
Menjadi pribadi yang beriman maka harus bisa menanamkan
sifat empati terhadap orang lain. Dengan cara begitu, maka keimanannya bukan
hanya sebatas ilmu tapi sudah menjadi amal perbuatan kebaikan baginya. Ada yang
menjadi inspirasi buat kita semua termasuk saya sendiri, yaitu dalil hadits
berikut ini :
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Barangsiapa
yang meringankan beban orang beriman yang menderita di dunia ini. Allah akan
meringankan penderitaannya di Hari Kebangkitan (Yaumil Hisab). Barangsiapa yang
tidak peduli terhadap orang yang sedang dalam kesulitan, Allah tidak peduli
kepadanya di dunia ini dan di hari kiamat. Barangsiapa melindungi seorang
muslim, Allah akan melindunginya di dunia ini dan di hari kiamat. Allah akan
membantu seseorang selama dia membantu saudaranya.”
[HR. Shahih
Muslim, Hadits ke 2699]
Dan ada dua hadits lagi yang mengingatkan kita bahwa
“Dari Nu’man
bin Basyir bahwa Rasulullah Saw bersabda :
Perumpaan
orang-orang mukmin dalam hal kasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu
anggota merintih kesakitan maka sekujur tubuh badan akan merasakan panas dan
demam.”
[HR. Muslim]
Dari Ibnu Umar ra., bahwa Rasulullah Saw bersabda :
“Seorang
muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, tidak boleh ia menzalimi dan
membiarkannya (dalam bahaya), siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya maka
Allah akan memenuhi kebutuhannya.”
[HR. Bukhari
dan Muslim]
Itulah hadits di atas yang bisa kita jadikan pegangan
dalam menanamkan sifat empati dalam diri kita masing-masing. Sudah sepantasnya
kita menganggap saudara muslim sebagai saudara dari makhluk Allah, jangan
sampai kita menganiaya orang lain karena kekuasaan atau karena keegoisan,
jangan pula berbuat jahat baik itu mencuri, memperkosa, merampas atau kejahatan
lainnya karena hal itu bisa terjadi juga pada saudara/keluarga kita yang tidak
berdosa apa-apa.
Jadilah pribadi yang dirindukan oleh penghuni bumi maupun penghuni langit. Pasti akan selalu ditemukan kebahagiaan yang tak bisa diganti atau ditukar yang tak pernah terbayangkan akan keindahannya.
Renungan Jiwa Empati akhirnya
dapat diselesaikan juga apa yang ingin saya sampaikan disini. Semoga dengan
artikel yang sengaja saya bahas secara singkat dan padat ini bisa memenuhi
wawasan yang ingin diketahui oleh kita semua. Semoga juga bisa segera
direalisasikan dalam aplikasi kehidupan kita. Sampai jumpa.
Silahkan
komentari :
1. Bagaimana pandangan pembaca terhadap cara
berpikirnya saya dalam artikel ini? ...
2. Bagaimana gaya penulisan dan gaya
pembahasannya menurut sobat pembaca? ...
3. Bagaimana tanggapanmu setelah membaca
artikel Renungan Jiwa Empati? ...
SUMBER REFERENSI
Baron & Byrne. Psikologi
Sosial Jilid 2. Jakarta: Erlangga, 2004. Hal. 111.
dr. J.B Suharjo B. Cahyono, Sp.Pd. Meraih Kekuatan
Penyembuhan Diri yang Tak Terbatas. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta. Hal. 176.
Hodges, S.D., & Klein, K.J (2001). Regulating The Costs Of Empathy: The Price
Of Being Human. Journal of Socio-Economics.
Stanford Edu.
Empathy. http://plato.stanford.edu/entries/empathy
Wuryanano. 2007. The
21 Principles to Build and Develop Fighting Spirit. Penerbit : PT. Elex
Media Komputindo. Hal. 72
SUMBER GAMBAR
http://depoknews.com/wp-content/uploads/2014/07/Ramadhan-Bulan-Kita-Mengasah-Empati.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEge1UMFBeFSLKp8gsMffHSS-hxeNIql62KXoIh5Ngm1y6Ep2SnU6dNLNS3-PU787TrmMUcUcDxe5_DUpG3yAKZ5WPZmZkfigdboNGZOFuX65JvEsiHDR_ijpfoY2cjZ5EohRLPcRuFyYiw/s1600/ilustrasi-gambar-empati-terhadap-seseorang-dalam-renungan-jiwa-empati.png
SUMBER ARSIP
Muhammad
Adam Hussein, S.Pd
Renungan
Jiwa Empati.
Jakarta
Barat, 21 September 2014.
34 komentar untuk "Renungan Jiwa Empati"
Yang betul makanya itu, saya mengatakannya unik dan langka, jadi yang seperti itulah yang sebenarnya yang dirindukan oleh penghuni langit. ^.^
Makasih atas kunjungannya. ^.^
Trimakasih, jadi bahan bacaan berharga
Bila kita mampu merealisasikannya dalam kehidupan maka kita termasuk orang yang bersih hatinya dan termasuk orang unik diantara yang lainnya.
Subhanallah, kan!
Silahkan aja pak, nanti juga saya ingin baca karangan bapak, apa lebih lengkap dari saya pembahasannya apa enggak? ^.^
Semoga bermanfaat ya setelah membacanya? ^.^
Makasih ya?
Karena empati sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari kita.
Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik radhiyallahu anhu, pelayan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Sallam, dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Tidak beriman seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya (sesama muslim) seperti ia mencintai dirinya sendiri”.[Bukhari no. 13, Muslim no. 45]
Semoga ini bisa menambah kepekaan kita terhadap sesama manusia. Makasih juga atas tambahan dalilnya. ^.^
Ya itu pasti harus dikembangkan agar lebih bijak lagi kita dalam menyikapi segala sesuatunya.
Makasih juga udah menyempatkan membaca.
Semoga bermanfaat untuk diterapkan.
terimakasih pencerahan yang gamblang ini.
maaf akhir-akhir ini koneksi super lemot, beberapa kali maen kesini, susah masuknya, jadinya sering urung mampir kang.
salam sehat dan ceria selalu yah
Sip pak, ya enggak apa-apa santai aja.
yang tadinya gak tau jadi mulai tau pas baca artikel ini, terimakasih atas sharing dan pencerahan ilmnya :)
Sama-sama kembali mas.
Jika bisa merealisasikannya sungguh luar biasa
BACALAH SEBELUM BERKOMENTAR
Dilarang berkomentar dengan akun Unknow, akun Profil Tidak Tersedia, akun yang tidak dengan nama asli. Dilarang berkomentar dengan menaruh link didalam komentar baik link hidup maupun link mati.
Kenapa?
Karena kami tidak akan menayangkan komentar-komentar tersebut. Kami hanya menayangkan komentar yang relevan (sesuai dengan topik yang sedang dibahas) dan komentar yang berbobot dan bermanfaat. Tidak untuk komentar basa-basi seperti: nice info, keren gan, makasih infonya, mantap, dan lainnya. Jadi daripada sia-sia lebih baik ikuti aturan main berkomentar di blog ini.