Dampak Berperilaku Korupsi
Dampak Berperilaku Korupsi
Oleh: Muhammad Adam Hussein
Pendahuluan
Artikel ini hasil dari praktek mengajar di SMK PGRI I Sukabumi, disusun oleh penulis sendiri, untuk memudahkan peserta didik dalam memahami materi yang akan dibahas. Mohon maaf atas segala kekurangan dalam pembahasannya. Artikel ini merupakan karya tulis opini remaja tentang korupsi, selain itu dari pendapat penulis juga disertakan sebagai guru pembimbing remaja tersebut.
Presiden Soekarno dan Bung Hatta malu Pada Indonesia dianggap Negara Korupsi
|
Korupsi bagian perilaku perusak moral negara, banyak sekali kasus korupsi
Pengertian Korupsi Kolusi Nepotisme
Disini kita akan mengenal pengertian Korupsi Kolusi Nepotisme yang biasa disingkat KKN, KKN juga ada arti singkatan lainnya Kuliah Kerja Nyata, tapi singkatan pertama yang dimaksud dalam artikel ini.
Korupsi diartikan sebagai penyalahgunaan wewenang, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.[1]
Dalam Modul Simpati SMK Pendidikan Kewarganegaraan (2009:38), Korupsi dapat diartikan menggunakan atau menyalahgunakan wewenang yang dimiliki untuk memanfaatkan barang yang bukan miliknya untuk kepentingan pribadi atau golongan.
Kolusi diartikan permufakatan atau kerjasama secara melawan hukum antar penyelenggara negara atau antara penyelenggara negara dengan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan negara.[2]
Dalam Modul Simpati SMK Pendidikan Kewarganegaraan (2009:38), Kolusi artinya memberikan laporan atau memaparkan kepada pemerintah resmi hal-hal yang berkaitan dengan tugas dan tanggungjawabnya yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Nepotisme ialah setiap perbuatan penyelenggara negara yang melawan hukum dengan tujuan menguntungkan kepentingan keluarganya atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.[3]
Dalam Modul Simpati SMK Pendidikan Kewarganegaraan (2009:38), Nepotisme adalah mengangkat seseorang, menempatkan seseorang, memberikan jabatan seseorang tidak berdasarkan keahlian (kemampuan) melainkan berdasarkan hubungan dekat atau kerabat.
7 Asas Penyelenggaraan Negara
Asas Penyelenggaraan Negara itu ada 7, dan dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Asas Kepastian Hukum
Artinya: asas negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatuhan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara.
2) Asas Tertib Penyelenggaraan Negara
Artinya: asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara.
3) Asas Kepentingan Umum
Artinya: asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
4) Asas Keterbukaan
Artinya: asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif (tidak mengistimewakan seseorang) dengan memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
5) Asas Akuntabiltas
Artinya: asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan.
6) Asas Profesionalitas
Artinya: asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7) Asas Proposionalitas
Artinya: asas yang mengutamakan keseimbangan hak dan kewajiban penyelenggaraan negara.[4]
Dasar Hukum Pemberantasan Korupsi
Ăś Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 atas Perubahan Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum. dalam masyarakat.
Ăś Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negera yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Ăś Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ăś Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Ăś Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.[5]
Ăś Ketetapan Majelis Permusyarakatan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.[6]
Perbuatan yang Berkategori Korupsi
Tindakan yang berkategori Korupsi sesuai Ketentuan Tap MPR No. XI/MPR/1998, sebagai berikut:
[1] Pengkhianatan terhadap suatu kepercayaan.
[2] Penipuan terhadap badan pemerintah, swasta, dan masyarakat umum.
[3] Dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan pribadi.
[4] Dilakukan secara rahasia.
[5] Melibatkan lebih dari satu pihak.
[6] Adanya upaya menutupi perbuatan dalam bentuk pengesahan hukum.
Dalam sumber lain Klasifikasi Perbuatan Korupsi disebutkan sebagai berikut:
1. Gratifikasi
Artinya: pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan wisata, pengobatan cuma-Cuma, dan fasilitas lainnya.
2. Melakukan Pencucian Uang
Artinya: menempatkan, mentrasfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menitipkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan negara yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaaan tersebut seolah-olah menjadi harta kekayaan pribadi yang sah.
3. Tindak Pidana Korupsi
Yaitu: Barang siapa yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu badan yang secara langsung dan tidak langsung merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
4. Barang siapa yang bertujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
5. Barang siapa memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat sesuatu kekuasaan atau sesuatu wewenang yang melekat pada jabatannya atau kedudukannya atau oleh si pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu.
6. Barangsiapa tanpa alasan yang wajar dan dalam waktu sesingkat-singkatnya menerima pemberian atau janji yang diberikan kepadanya.[7]
Bentuk-Bentuk Korupsi
Bentuk-Bentuk Korupsi menurut Yves Meny yang dikutip Retno L & Setiadi. Pendidikan Kewarganegaraan X SMA/SMK. Penerbit Erlangga, Jakarta. Hal. 63 – 64. Sebagai berikut rinciannya:
1. Korupsi Jalan Pintas
Adalah korupsi dalam hal penggelapan uang negara, perantara ekonomi dan politik, sektor ekonomi membayar untuk kepentingan politik, Partai mayoritaspun memperoleh uang balas jasanya. Korupsi jenis pertama ini dekat dengan money politics (permainan politik).
2. Korupsi Upeti
Adalah bentuk korupsi akibat jabatan strategis. Berkat jabatan tersebut, seseorang mendapatkan persentase dari berbagai kegiatan, baik ekonomi, politik, budaya, bahkan upeti dari bawahan, kegiatan-kegiatan lainnya atau jasa pada suatu perkara. Contoh korupsi ini adalah upaya mark-up (mermanipulasi angka, nilai, harga, uang, menjadi lebih tinggi).
3. Korupsi Kontrak
Yaitu: korupsi dalam upaya mendapatkan proyek atau pasar. Contoh korupsi ini adalah usaha untuk mendapatkan fasilitas pemerintah.
4. Korupsi Pemerasan
Yaitu: korupsi yang terkait dengan jaminan keamanan dan urusan-urusan gejolak internal dan eksternal, pencantuman nama perwira tinggi militer dalam dewan komisaris perusahaan, penggunaan jasa keamanan pada perusahaan-perusahaan multinasional, bahkan pemerasan langsung terhadap perusahaan dengan alas an keamanan. Contoh korupsi ini adalah membuka kesempatan kepemilikan saham kepada orang kuat tertentu untuk menghindari akusisi perusahaan yang secara ekonomi tidak beralasan.
Penerapan Pencegahan Sikap AntiKorupsi
1. Di lingkungan kerja di mana pun berada.
2. Di lingkungan masyarakat dalam bentuk apapun.
3. Di lingkungan pejabat negara dan aparatur pemerintah di semua tingkat.
4. Bahkan sejauh mungkin diupayakan tertanam sikap antikorupsi di semua individu masyarakat Indonesia.[8]
Faktor-Faktor yang mendorong Korupsi
Faktor-Faktor yang mendorong Korupsi dapat diuraikan sebagai berikut:
[1] Kedekatan sistem dan kontak yang intensif antara ekonomi dan administrasi.
[2] Arus informasi yang masuk tidak mencolok.
[3] Pemusatan kompetensi pada pekerja ahli tertentu dengan ruang gerak yang memungkinkan mereka mengambil keputusan.
[4] Batasan yang kabur antara hal-hal yang dapat diterima secara sosial dan perbuatan yang melanggar hukum.
[5] Kurangnya kesadaran korban (pihak yang dirugikan bahwa mereka diperlakukan tidak adil.[9]
Organisasi Gerakan Anti Korupsi
[1] GEMPITA:
Gerakan Masyarakat Peduli Harta Negara.
[2] OAK: Organisasi Antikorupsi.
[3] ICW: Indonesian Coruption Watch.
[4] SGRAK: Solidaritas Gerakan Antikorupsi (untuk Aceh).
[5] SAMAK: Solidaritas Masyarakat Antikorupsi (untuk Aceh).
[6] MTI: Masyarakat Transportasi Indonesia.[10]
Kasus Korupsi yang telah dikenakan sanksi
[1] Kasus korupsi di BAPINDO tahun 1993 yang menyebabkan negara dirugikan sebesar 1,3 Triliun.
[2] Kasus HPH (Hak Penguasaan Hutan) dan dana Reboisasi, hasil audit Ernest&Young pada tanggal 31 Juli 2000 tentang Penggunaan dan Reboisasi, yang mengungkapkan ada 51 kasus korupsi dengan kerugian negara sebesar 15,02 Triliun Rupiah.
[3] Kasus likuidasi Bank Indonesia (BLBI), berdasarkan audit BPK pada bulan Agustus 2000, melakukan penyimpangan penyaluran dana BLBI sebesar 138,4 triliun rupiah dari total dan penyelewengan penggunaan dana BLBI yang diterima dari 48 bank sebesar 80,4 triliun rupiah. Ke 48 bank yang telah diproses secara hukum antara lain: Bank Aspac, Bank Servita, Bank Harapan Sentosa, BDNI, dan Bank Modern.
[4] Kasus pembelian helikopter dan genset listrik di Aceh dengan dugaan kerugian sebesar 30 miliar rupiah.
[5] Kasus korupsi mantan anggota DPRD Sumatera Barat pada periode 1999 – 2004.[11]
Peran Serta Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2001. Pada Pasal 41
1) Hak mencari, memperoleh, dan memberi infomasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi.
2) Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi.
3) Hak menyampaikan saran dan pendapat secara tanggung jawab kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi.
4) Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.
5) Hak untuk memperoleh perlindungan hukum, sebagai berikut:
a. Melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c.
b. Diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan di siding pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
d. Hak dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Ayat 2 dan Ayat 3 dilaksanakan dengan berpegang teguh pada asas-asas atau ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dengan menaati norma agama dan norma sosial lainnya.
e. Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Dalam UU No. 20 Tahun 2001. Pada Pasal 42
a. Pemerintah memberikan penghargaan kepada anggota masyarakat yang telah berjasa membantu upaya pencegahan, pemberantasan, atau pengungkapan tindak pidana korupsi.
b. Ketentuan mengenai penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Dampak Berperilaku Korupsi
Pendapat Siswa SMK PGRI I Kota Sukabumi tentang Dampak Berperilaku Korupsi
Pendapat Siswa SMK PGRI I Kota Sukabumi Kelas X ADM I tentang Dampak Berperilaku Korupsi, sebagai berikut:
Dampak dari berperilaku korupsi adalah merugikan masyarakat dan negara, karena korupsi adalah perilaku yang merusak moral negara.
[Septian Sholeh Hadi, X ADM I]
Dampak dari berperilaku korupsi antara lain: merugikan negara, merugikan diri sendiri, merugikan rakyat, dan merugikan keluarga.
[M. Egi Saputra, X ADM I]
Dampak dari berperilaku korupsi dapat disebutkan:
[1] Dapat merugikan semua pihak sehingga harus diberantas di semua jajaran.
[2] Di lakukan langkah preventif atau pencegahan.
[3] Merusak citra negara.
[4] dapat merugikan perusahaan atau negara itu sendiri.
[Reni Rahmawati, X ADM I]
Dampak dari berperilaku korupsi dapat merugikan beberapa pihak diantaranya:
[1] Penipuan kepada suatu badan/negara yang dikorupsi.
[2] Telah melalaikan kepentingan umum dampaknya kepentingan masyarakat terbelengkalai akibat tindak pidana tersebut.
[3] Menciptakan kebiasaan buruk yaitu malas mencari penghasilan tambahan untuk keluarga. Jadi, mereka terbiasa korupsi padahal apabila tidak ada korupsi pasti uang negara dapat digunakan untuk sumbangan/bantuan kepada rakyat yang membutuhkan.
[Nova Karlina, X ADM I]
Pendapat di atas 4 peserta didik yang terdiri dari 2 siswa dan 2 siswi, yang saya ikutsertakan dalam artikel ini karena pendapatnya dapat mewakili pendapat siswa-siswi lainnya atau bahkan mewakili pendapat masyarakat umum.
Sedang pendapat Muhammad Adam Hussein sendiri mengkaji dan menyimpulkan dengan keilmuan Psikologi, yang dapat saya sebutkan diantaranya:
[1] Menumbuhkan penyakit berbohong dan penyalahgunaan kewenangan yang diberi kuasa.
[2] Menumbuhkan sifat keserakahan dalam hal materi (bersikap materialistis).
[3] Dapat membutakan hati nurani atau mengotori karena seringkali
Catatan Kaki:
[1] ….., Pendidikan Kewarganegaraan untuk Kelas I SMA. Penerbit: Yudhistira Ghalia Indonesia. Hal 57.
[2] ….., Pendidikan Kewarganegaraan untuk Kelas I SMA. Penerbit: Yudhistira Ghalia Indonesia. Hal 57.
[3] ….., Pendidikan Kewarganegaraan untuk Kelas I SMA. Penerbit: Yudhistira Ghalia Indonesia. Hal 57.
[4] ….., Modul Simpati Pendidikan Kewarganegaraan SMK untuk Kelas X Semester 1. Penerbit: Grahadi,Surakarta. Hal. 37.
[5] KPK Indonesia. http://www.kpk.go.id/modules/edito/content.php?id=5
[6] ….., Modul Simpati SMA, Pendidikan Kewarganegaraan Kelas X Semester I. Penerbit: Grahadi, Surakarta. Hal. 27.
[7] ….., Pendidikan Kewarganegaraan untuk Kelas I SMA. Penerbit: Yudhistira Ghalia Indonesia. Hal 59.
[8] ….., Modul Simpati Pendidikan Kewarganegaraan SMK untuk Kelas X Semester 1. Penerbit: Grahadi,Surakarta. Hal. 38.
[9] Retno L & Setiadi. Pendidikan Kewarganegaraan X SMA/SMK. Penerbit Erlangga, Jakarta. Hal. 64
[10] ….., Modul Simpati Pendidikan Kewarganegaraan SMK untuk Kelas X Semester 1. Penerbit: Grahadi,Surakarta. Hal. 39.
[11] ….., Pendidikan Kewarganegaraan untuk Kelas I SMA. Penerbit: Yudhistira Ghalia Indonesia. Hal 60.
Sumber Pustaka:
KPK Indonesia. http://www.kpk.go.id/modules/edito/content.php?id=5
….., Modul Simpati Pendidikan Kewarganegaraan SMA untuk Kelas X Semester 1. Penerbit: Grahadi,Surakarta. Hal. 28.
….., Modul Simpati Pendidikan Kewarganegaraan SMK untuk Kelas X Semester 1. Penerbit: Grahadi,Surakarta. Hal. 37, 38, 39.
….., Pendidikan Kewarganegaraan untuk Kelas I SMA. Penerbit: Yudhistira Ghalia Indonesia. Hal 57, 59 – 60.
Retno L & Setiadi. Pendidikan Kewarganegaraan X SMA/SMK. Penerbit Erlangga, Jakarta. Hal. 63 – 64.
Posting Komentar untuk "Dampak Berperilaku Korupsi"
Posting Komentar
BACALAH SEBELUM BERKOMENTAR
Dilarang berkomentar dengan akun Unknow, akun Profil Tidak Tersedia, akun yang tidak dengan nama asli. Dilarang berkomentar dengan menaruh link didalam komentar baik link hidup maupun link mati.
Kenapa?
Karena kami tidak akan menayangkan komentar-komentar tersebut. Kami hanya menayangkan komentar yang relevan (sesuai dengan topik yang sedang dibahas) dan komentar yang berbobot dan bermanfaat. Tidak untuk komentar basa-basi seperti: nice info, keren gan, makasih infonya, mantap, dan lainnya. Jadi daripada sia-sia lebih baik ikuti aturan main berkomentar di blog ini.