Ciri Film Berkualitas Berbagai Sudut

 Ciri Film Berkualitas Berbagai Sudut
Muhammad Adam Hussein

http://www.21cineplex.com/images/film/film25231b.jpg
Ciri Film Berkualitas

http://www.21cineplex.com/images/film/film25081b.jpg
Ciri Film Tidak Berkualitas

Pantauan Efek Film

Film Indonesia sungguh luar biasa jumlahnya sudah membludak artinya sangat banyak sampai-sampai tidak terhitung dalam artian dari tahun ke tahun jumlahnya semakin bertambah. Baik itu Film Layar LebarFilm Televisi (FTV), Film Dokumenter, Sinetron, Film Animasi/Kartun, dan lain sebagainya. Itu menunjukkan bahwa Perfilman Indonesia cukup sukses dalam memproduksi ini dinilainya sebagai nilai kuantitas, bukan hanya pergelaran seni memperkenalkan dunia perfilman semakin tumbuh meningkat dengan adanya sarana Fakultas jurusan Perfilman, teater atau drama itu muncul sebagai penanaman keahlian di bidang perfilman. Banyak hal lain lagi sebetulnya yang memunculkan bakat-bakat pada bidang perfilman.

Televisi diyakini mempunyai pengaruh yang sangat kuat karena mampu memadukan kekuatan audio dan visual sehingga orang dapat melihat dan mendengar secara utuh dan menjadi lebih percaya. Apa yang tampak di televisi dianggap sebagai realitas bermakna. Beberapa ahli menunjukkan adanya potensi imitasi atau peniruan sebagai efek segera yang sering muncul di masyarakat atas tayangan kekerasan di televisi. Sedangkan efek jangka panjang adalah berupa habituation, yaitu orang menjadi terbiasa melakukan apa yang dilihatnya di televisi. Akibatnya orang menjadi tidak peka, permisif, dan toleran terhadap kekerasan itu sendiri. Wirodono (2005) menyorot televisi karena mempunyai pengaruh buruk, terutama terhadap anak-anak. Wirodono mengutip data penelitian di Amerika bahwa anak di bawah dua tahun yang dibiarkan orangtuanya menonton televisi bisa mengakibatkan proses wiring, yaitu proses penyambungan antara sel-sel saraf dalam otak menjadi tidak sempurna. Padahal anak-anak yang menonton televisi tidak selalu mempunyai pengalaman empiris sehingga gambar televisi mengekspolitasi kerja otak anak-anak karena virtualisasi televisi yang meloncat-loncat sehingga mengganggu konsentrasi mereka. Begitu besarnya pengaruh TV terhadap anak-anak, sampai-sampai pendiri organisasi Action for Children Television, Peggy Chairen (Kristanto, 2008), memperingatkan bahwa tidak banyak hal lain dalam kebudayaan kita yang mampu menandingi kemampuan TV yang luar biasa untuk menyentuh anak-anak dan mempengaruhi cara berpikir serta perilaku mereka. Garin Nugroho (2005) menyebutkan bahwa televisi adalah refleksi ekosistem kehidupan suatu bangsa. Besarnya pengaruh itu, kata psikolog UI Prof Dr Fawzia Aswin Hadis (Republika, 5/6/2005), karena anak-anak memang berada pada fase meniru. Anak-anak adalah imitator ulung, dan karena itu akan cenderung meniru adegan yang ditonton di TV.

Masalahnya adalah sejauhmana dampak tayangan televisi tersebut berpengaruh terhadap terhadap perilaku masyarakat khususnya anak-anak. Untuk membuktikan kebenaran ini memang relatif sulit, karena perilaku anak (remaja) anak sangatlah komplek dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Hasil studi yang dilakukan di Amerika Serikat tahun 1972 dikeluarkan laporan berjudulTelevision and Growing Up; The Impact of Televised Violence (dalam Dedi Supriadi, 1997) menunjukan gambaran bahwa korelasi antara tayangan tindakan kekerasan di televisi dengan perilaku agresif pemirsa yang umumnya anak muda ditemukan taraf signifikansinya hanya 0,20 sampai 0,30. Tingkat signifikansi sangat rendah ini tidak cukup menjadi dasar untuk menarik kesimpulan yang meyakinkan mengenai adanya hubungan langsung antara keduanya. Ini berarti tayangan tindakan kekerasan bisa saja berpengaruh terhadap sebagian penonton dan dapat juga netral atau tidak mempunyai pengaruh sekalipun.

Barangkali, masalahnya tidak mengkhawatirkan jika yang ditiru adalah adegan dan perilaku yang positif. Tapi, kenyataannya, justru bukan perilaku positif yang menarik bagi anak-anak dan menebar di layar TV. Penelitian Sri Andayani & Suranto (1997) terhadap film-film kartun Jepang Sailor Moon, Dragon Ball dan Magic Knight Ray Earth menunjukkan lebih banyak adegan anti sosial ketimbang adegan pro sosial (58,4% : 41,6%). Temuan diperkuat oleh studi YKAI yang mendapati adegan anti sosial lebih dominan (63,51 %). Bahkan adegan-adegan anti sosial pula yang banyak didapati pada film-film kartun anak-anak yang sedang populer saat ini, seperti Sponge Bob Square Pans dan Crayon Sincan.

Hal ini diperparah dengan adanya persaingan di antara stasiun televisi kini semakin ketat sehingga mereka bersaing menyajikan acara-acara yang digemari penonton, bahkan tanpa memerhatikan dampak negatif dari tayangan tersebut. Padahal penonton televisi sangatlah beragam, di sana terdapat anak-anak dan remaja yang relatif masih mudah terpengaruh dan dipengaruhi. Sementara itu para orang tua terus sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, tanpa memperdulikan kondisi yang tengah terjadi antara televisi dan anak-anaknya sehingga banyak muncul cerita sinetron kita yang tidak menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat kita (Tini Hadad, 1997).

Film sendiri itu punya nilai negatif dan positif yang bisa timbulkannya sebagai efek yang tanpa disadari oleh pemirsa/penontonnya. Jangan beranggapan itu hanya film sebatas hiburan, dan efeknya tidak ada, teori yang salah sebab dari hasil analisa Adamssein efek pada sebuah film lebih berbahaya sebagai sugesti tidak langsung sebab bisa ditanamkan ke dalam bawah sadar pemirsa/penontonnya artinya pengaruh baik buruknya tanpa disadari sudah melekat pada kejiwaan individu hal inilah yang perlu digarisbawahi jika menonton film baik buruknya itu ada tentu hal ini harus mengerti setidaknya tentang nilai baik buruk sesuatu agar bisa membedakan dan memilih dengan cerdik sebab baik buruknya film yang ditonton akan kembali efeknya ke orang yang menontonnya. Sepenuhnya, yang bertanggungjawab atas segala sesuatu adalah kita sendiri, kita tidak bisa menyalahkan orang lain, tidak ada yang mau menanggung dosa kita, sebab kebanyakan film-film yang dihasilkan itu lebih menitikberatkan pada kuantitasnya bukan pada kualitasnya.

Contoh Kasus:
Sering Nonton Film Porno, Bocah SD Perkosa Tetangga. LUMAJANG - Akibat sering nonton film porno, seorang bocah sekolah dasar di Lumajang, Jawa Timur, memperkosa anak sebayanya yang mengalami keterbelakangan mental. Parahnya, bocah yang diperkosa saat ini tengah hamil 6 bulan. W (12) tahun, bocah yang masih duduk di bangku kelas enam SD Sumber Wuluh Negeri 05, Kecamatan Candipuro, hanya bisa diam saat dibawa ke Mapolres Lumajang. Dia diperiksa atas dugaan pemerkosaan terhadap EA (15), yang tak lain tetangganya sendiri. Di hadapan polisi, W mengakui kalau dia yang telah memperkosa sebanyak tujuh kali di rumah korban. Saat itu kondisi rumah korban sepi. W mengaku nekat melakukan aksi bejatnya karena pengaruh sering melihat film porno. Di ruang unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) korban yang hanya menamatkan sekolah hingga kelas 4 SD ini, mengaku jika yang menghamili dirinya adalah W. Kapolres Lumajang AKBP Tejo Wijanarko, dalam keteranganya menjelaskan, terungkapnya kasus pemerkosaan ini bermula dari kecurigaan keluarga yang mendapati adanya perubahan sikap dan perut korban. W saat ini masih dalam pemeriksaan Polres Lumajang.
(Cucuk Donartono/RCTI/ton dikutip dari: http://hileud.com/hileudnews?title=Sering+Nonton+Film+Porno,+Bocah+SD+Perkosa+Tetangga&id=551708).

Hobi Nonton Film Porno, Pedagang Gauli Siswi SD. Tuban - Gara-gara hobi nonton film porno, Ahmad Budianto (35) asal Soko, Kabupaten Tuban, harus mendekam di Polres Tuban. Bapak dua anak ini tega mencabuli bocah bau kencur, Haeny (6) setelah nonton blue film dari HP-nya, Kamis (13/1/2011). Informasi yang dihimpun menyebutkan, perbuatan tak senonoh dilakukan Budianto, setelah pulang dari pasar berjualan mainan. Seperti kebiasaan sehari-hari dia lantas melihat BF dari HP. Bersamaan itu Haeny yang masih kelas 1 SD bermain di depan rumahnya. Mendengar ada suara anak perempuan bermain di depan rumah, dia langsung mematikan film dari HP-nya. Ia pun langsung memanggil sang bocah malang itu. Dengan iming-iming akan diberi mainan, sang bocah menurut diajak masuk ke kamar. Setelah itu, terjadilah perbuatan layaknya adegan suami istri. Usai kejadian sang bocah pulang. Tak lama kemudian menceritakan kejadian yang menimpa kepada orangtuanya. Dengan hati berang memendam amarah, keluarga Haeny mencari Budianto. Sayangnya ia telah kabur dari rumah. Selanjutnya tragedi itu dilaporkan ke Polsek Soko. Polisi langsung melakukan pengejaran terhadap Budiono. Budiono pun akhirnya ditangkap saat bersembunyi di rumahnya. Kepada petugas yang memeriksanya, Budianto mengakui perbuatannya. Dia akui pula jika perbuatan tak senonoh itu terpaksa dilakukan setelah melihat film porno dari HP. Secara terpisah, Kasubbag Humas Polres Tuban AKP Noersento menyatakan, sebelumnya tersangka sempat sembunyi namun berhasil tertangkap petugas. "Tersangka kini diamankan di Mapolres Tuban dengan dijerat pasal 82 UU perlindungan anak nomor 23 tahun 2002. Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara,"kata Nursento, di Mapolres Tuban Jalan Wahidin Sudirohusodo-Tuban. (TB Utama – detik Surabaya dikutip dari http://hileud.com/hileudnews?title=Hobi+Nonton+Film+Porno,+Pedagang+Gauli+Siswi+SD&id=510850)

Dokter spesialis kejiwaan RS Theria, Asianto mengatakan, tontonan seperti film kekerasan dan film porno sangat mempengaruhi perkembangan psikologi anak. “Apa yang mereka lihat dari tontonan itu terekam dan sewaktu-waktu mereka praktikkan seperti yang mereka lihat dalam adegan film itu. Dan ini sangat berbahaya bagi si anak itu sendiri karena bisa terjerumus dalam pergaulan yang salah,” terangnya kepada Jambi Independent (20/11/2008).

Terdapat beberapa undang-undang yang mengatur penyiaran yaitu pada P3/SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) yang dikeluarkan oleh KPI. Beberapa pasal yang berhubungan dengan siaran yang bersifat kekerasan yang berdampak pada anak adalah pasal 32 ayat 1 dan pasal 35. Pasal 32 ayat 1 berisikan tentang program yang mengndung muatan kekerasan secara dominan, atau mengandung kekerasan eksplisit dan vulgar, hanya disiarkaan pada jam tayang di mana anak-nak pada umumnya diperkirakan sudah tidak menonton televisi, yakni pukul 22.00-03.00. Sedangkan isi pasal 35 adalah dalam program anak-anak, kekerasan tidak boleh tampil secara berlebihan dan tidak boleh tercipta kesan bahwa kekerasan adalah lazim dilakukan dan tidak memiliki akibat serius bagi pelakunya (Komisi Penyiaran Indonesia dalam Mufid, 2005).

Adanya undang-undang dari KPI tersebut ternyata tidak berpengaruh terhadap penayangan film kartun yang mengandung kekerasan. Tayangan tersebut masih bebas ditayangkan. Hal ini memeperkuat teori freud bahwa hanya orang tua yang sangat berperan untuk membentuk dan mengendalikan moral anaknya dengan cara mendampinginya pada saat menonton tayangan tersebut.

Pantaslah saja, ada istilah sensor dalam dunia perfilman, berfungsi untuk menghilangkan sesuatu yang tak layak didengarkan atau ditonton oleh pemirsa sesuai norma susila, norma adat, norma agama, norma lainnya pada dasarnya semua itu Produser Film sendiri lebih mengembalikan artinya lepas tangan terhadap efek yang timbulkan oleh filmnya tersebut seringkali hanya memikirkan keuntungan-keuntungan (rating, nilai ekonomis, dan jasa memberi hiburan) itulah yang dipikirnya sehingga dalam kualitas terabaikan akhirnya efek buruk yang tidak terkendali akan menuju pada pemirsanya. Sudahlah jelas, pemirsa/penontonlah yang harus pintar-pintar memilih film yang ditayangkan oleh televisi ataupun film yang ada di dunia maya (internet), jika tidak efek yang timbul menjadi tanggungjawab pemirsa masing-masing sangat disayangkan bukan tapi itulah kenyataan yang harus diterima. Cobalah teman-teman perhatikan, Firman Allah ini:

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
(QS. Al Israa' (17): 36)

Ciri Film Berkualitas dan Tidak Berkualitas
Nah, yang menjadi pertanyaan sekarang, Ciri Film Berkualitas Berbagai Sudut itu bagaimana?
Menurut Drs. A. Sutrisna Sobandi, MM (Aktris yang mengiklani Axis dibulan puasa Ramadhan 2010 sekaligus dosen di STKIP PGRI Sukabumi), beliau mengatakan: Pertama, Kualitas Film itu dilihat dari Esensi (Misalnya: dilihat dari latar belakang cerita, misi visi film yang dibuat, sutradara, lokasi syuting dimana, pemain utama dan pemain pembantunya siapa jika pemain berkualitas, dan semua hal itu berkualitas maka film itu bisa disebut berkualitas). Kedua, dilihat dari Nilai Jual (Ekonomi) ditentukan di pasaran sering diputar di bioskop-bioskop dan jumlah penonton banyak barulah dikatakan film itu berkualitas, tapi perlu diingat film yang bernilai jual tinggi belum tentu berkualitas secara esensi. Bisa saja film yang berbau mistik dan porno lebih laris di pasaran tapi film yang berbau religius tidak laku di pasaran. Malah film yang berkualitas itu film yang secara esensi (keberadaannya) memang mempunyai dampak positif bagi penontonnya.
Sedang penulis menyimpulkan lebih baik menilai secara esensi film apa yang digarap. Sesuatu yang berkualitas itu memiliki nilai-nilai tersendiri. Nilai yang dimaksud disini itu antaranya: (1) Nilai Kemanusiaan, (2) Nilai Keagamaan, (3) Nilai Persahabatan, (4) Nilai Pendidikan (Edukasi), (5) Nilai Pengalaman.
Film yang tidak berkualitas, diantaranya:
Nilai Seksual, Nilai Hiburan, Nilai Gaya Hidup, dan Nilai Romantika.
Film-film tersebut harus dianalisa terlebih dahulu disebabkan mengandung dua sisi negatif dan positif, kurang penyensoran yang pada akhirnya pemirsa harus lebih selektif dalam menonton sebab bisa menjadi tanggungjawab pribadi masing-masing dengan efek yang ditimbulkannya, sedang efek disini juga meliputi baik buruknya, tinggal pilih mana yang baik maka jadikan pembelajaran, sedang yang mana yang buruknya harus dihindari dan ditinggalkan agar tidak mempengaruhi perilaku dan moral kita. Sebab hal yang berbahaya itu adalah perihal yang tanpa disadari namun kekuatan efeknya bisa merasuki sifat dan kepribadian. Berhati-hatilah!
Selanjutnya, kita akan bahas satu persatu untuk mengkajinya lebih dalam agar benar-benar paham, biar tidak ada kesimpangsiuran makna ataupun salah penafsiran untuk itu kita simak dengan seksama.
Film Nilai Kemanusiaan
          Film Nilai Kemanusiaan mempunyai arti: Film yang berisikan sifat menolong terhadap sesama, meringankan beban derita orang lain, kerja sama ataupun bergotong royong dalam menjalankan pekerjaan berat, dan lain sebagainya.
           Contoh Acara Filmnya:
          Pengabdian yang ditayangkan TransTV, Bedah Rumah yang ditayangkan RCTI, Jika Aku Menjadi yang ditayangkan TransTV, dan lain sebagainya.

Film Nilai Keagamaan
          Film Nilai Keagamaan mempunyai arti: Film yang berisikan pesan nilai keagamaan berupa tausiyah, renungan, ceramah, diskusi tanya jawab persoalan tentang agama Islam, dan hal lainnya.
          Contoh Acara Filmnya:
          Mamah Dedeh dan Aa yang ditayangkan Indosiar, Islam itu Indah yang ditayangkan TransTV, Pengajian H. Yusuf Mansur dan KH. Arifin Ilham yang ditayangkan MNCTV, Islam KTP yang ditayangkan SCTV.
Film Nilai Persahabatan
          Film Nilai Persahabatan mempunyai arti: Film yang menampilkan nilai persahabatan seperti; solidaritas (kesetiakawanan), persamaan hak, dan sebagainya.
          Contoh Acara Filmnya:
          Arti Sahabat yang ditayangkan Indosiar.
Film Nilai Pendidikan (Edukasi)
         Film yang menampilkan resiko mengendara mengebut dan mengalami kecelakaan kemudian ada pengarahan seorang yang menjelaskan tentang Undang-Undang Tata Tertib Lalu Lintas.
Film Nilai Pengalaman
         Film yang memberi pengalaman bagi presenternya yang menjadi pengetahuan bagi penontonnya, misalnya: Petualangan Panji di GlobalTV, Pepy The Explorer di TransTV,  Pengabdian di TransTV, dan masih banyak lagi.
Film Nilai Seksual
Film Nilai Seksual mempunyai arti: Film yang menampilkan adegan atau aktifitas seksual kelas ringan (ciuman, gandengan tangan, berpelukan) atau kelas berat (terjadinya hubungan intim antar alat kelamin). Biasanya, Seksualitas ini menjadi bumbu bagi film-film yang dipasaran kurang bersahabat seringkali menonjolkan hal-hal terlarang untuk membuat laku film tersebut. Biasanya Film Samurai dari Jepang, atau Film Horor produksi Indonesia, ataupun Produksi Asing.
  
          Contoh Acara Filmnya:
          Film Red The Dragon didalamnya terdapat aksi samurai bersifat menampilkan kekerasan, sayangnya di menit-menit tertentu ada aktifitas yang dilihatkan hal ini jadi bumbu penyedap, sayangnya tidaklah mendidik malah sebaliknya penjajahan nilai moral dan nilai susila.

Film Nilai Hiburan (Entertaiment)
          Film Nilai Hiburan (Entertaiment) mempunyai arti: Film yang memiliki daya menghibur memberi alternatif untuk menghilangkan kejenuhan dan meredakan sejumlah permasalahan dengan tertawa atau hanya cukup dengan senyum. Umumnya: Film Kartun dan Film Komedi.
          Contoh Acara Filmnya:
          Sketsa yang ditayangkan TransTV (sayangnya dipandang dari segi lain: tidaklah mendidik,  sebab melakukan perbuatan mustahil yang kerapkali dilakukan sebagai contoh: loh kok mandi di dalam bis, loh kok masak nasi sampai-sampai kompornya dibawa ke kasur saking malasnya berpikir, dan sebagainya, jika ini terjadi di dunia nyata sungguh tidaklah positif, pemain-pemain dalam film tersebut pastinya melakukan semua itu atas tuntutan skenario tidaklah mungkin dibawa ke pribadi dunia nyatanya). Polisi 86 yang ditayangkan TransTV, Opera Van Java yang ditayangkan Trans7, SpongeBob yang ditayangkan GlobalTV, Doraemon yang ditayangkan RCTI, dan masih banyak lagi tanpa disadari hal itu bisa contoh baik atau buruk tergantung pada acara hiburan yang ditampilkan.

Film Nilai Gaya Hidup
         Film yang berisi gaya hidup, jalan yang dipilih oleh seseorang dalam menceritakan kebiasaan kehidupan sehari-hari seringkali glamour (bermewah-mewahan).
         Contohnya: Film yang ada di lokasi diskotik dengan clubbing, wanita-wanita berbusana minim ke atas atau minim ke bawah tergantung yang ditampilkannya. Pesta-pesta bergaul bebas antara cewek dan cowok. Memakai barang-barang mahal kemudian menunjukkannya pada orang yang melihatnya ini pengaruh dari film semacam itu.

Film Nilai Romantika
         Film yang berisi percintaan seringkali picisan, hanya menampilkan busana minim, pacaran sebelum menikah, dan hal lainnya. Malah seakan-akan pacaran itu jadi budaya modern, nyaris anak kawula muda pun terhipnotis oleh pengaruhnya mengganggap jomblo itu tidak laku dan sebagainya, padahal pacaran itu belum tentu jodohnya pasti ada perpisahannya disebabkan belum ada kesadaran tanggungjawabnya, disinilah pacaran jadi budaya dan perlu untuk diluruskan, maka dari itu baca artikel Fakta Kepalsuan Pacaran dalam buku ini.

Kesimpulan:
           
Televisi diyakini mempunyai pengaruh yang sangat kuat karena mampu memadukan kekuatan audio dan visual sehingga orang dapat melihat dan mendengar secara utuh dan menjadi lebih percaya. Apa yang tampak di televisi dianggap sebagai realitas bermakna. Beberapa ahli menunjukkan adanya potensi imitasi atau peniruan sebagai efek segera yang sering muncul di masyarakat atas tayangan kekerasan di televisi. Sedangkan efek jangka panjang adalah berupa habituation, yaitu orang menjadi terbiasa melakukan apa yang dilihatnya di televisi. Akibatnya orang menjadi tidak peka, permisif, dan toleran terhadap kekerasan itu sendiri.

Ya, memang dari apa yang dilihat dan didengar yang ditayangkan oleh televisi itu bisa menjadi contoh perilaku yang kerapkali ditiru oleh pemirsa/penontonnya tanpa disadari hal itu, jadi pemain film itu punya tanggungjawab moral kepada perihal yang diikuti. Sebab banyaknya, pemirsa itu mengikuti atau meniru hal-hal yang bersifat negatif malah film itu dijadikan pembenaran dalam berbuat aneh,  keonaran, dan hal lainnya. Padahal seharusnya yang perlu ditiru itu positifnya, sayangnya individu pemirsa itu kurang memahami nilai-nilai film berkualitas itu seperti apa. Tidak semua nilai dalam film berkualitas, diantaranya yang tidak berkualitas hanya mementingkan nilai kuantitas: Film Nilai Seksual, Film Nilai Hiburan, Film Nilai Gaya Hidup, Film Nilai Romantika, film-film tersebut perlu dianalisa lebih lanjut sebab masih mengandung pula nilai negatif sehingga harus adanya dasar ilmu kejiwaan untuk menganalisa film-film tersebut.

Film mana yang buruk dan baik secara psikologis (kejiwaan) haruslah jadi patokan dalam mengukur kualitas sebuah film yang ada ataupun film yang dihasilkan, sebab jika menyimpang atau berlawanan dengan ilmu kejiwaan pastinya dampak negatif film bisa jadi tidak terbendung akhirnya mempengaruhi pola pikir dan pola tindak seseorang. Sebab efek film itu menjadi bahan tiruan dalam berpikir maupun bertindak jika tontonan itu dikatakan negatif tetap saja ditonton akhirnya sifat negatif pada pemain film tersebut akan menular tanpa disadari. Disitulah, perlunya pengawasan orangtua maka Film pun ada label BO (Bimbingan OrangTua), R (Remaja), D (Dewasa), kalau label Dewasa itu yang bertanggungjawab adalah pemirsa dirinya sendiri sebab potensi film dipenuhi kekerasan, konflik internal dan eksternal cenderung didramatisir.
Film yang ditonton biasanya akan dibayang-bayangkan terlebih dahulu bagaimana jika saya menjadi dia dalam film itu atau ini, pada akhirnya jika bayangan itu negatif akan sangat berbahaya, misalnya menonton Porno seakan-akan dibayangkan jadi pemainnya, setelah rasa penasaran menguasai dirinya pasti akan mencoba adegan yang ada dalam film porno tersebut dengan maksud ingin menikmati seperti dalam film porno tersebut. Untuk itulah, perlu hati-hati dengan yang namanya berangan-angan sebab bisa menaikkan porsi nafsu dan ego yang akhirnya berani berbuat nista, nekad, bangga berbuat maksiat, dalam hal lain yang sangat buruk.

Saran
Harus tau dulu terlebih dahulu dampak-dampak film yang ditontonnya, dengan ketelitian pasti dampak negatif film bisa diatasi. Jika masih bingung, terhadap dampak sebuah film silahkan tanyakan kepada Psikolog atau Psikiater, atau boleh melalui penulis. Banyak-banyaklah bertanya agar dampak buruk film tidak terlalu mempengaruhi.

Sebelum menonton baca-bacalah tentang Review atau Resensi Film, agar kita tau betul arah ceritanya seperti apa, sehingga bisa menentukan apa film tersebut perlu ditonton atau tidak jika iya dan bisa maka tontonlah.
Sebagai bahan Resensi Film dari situs-situs ini:
         http://downloadfilem.com
         http://indosubtitle.com
         http://subtitlesbox.com
         http://mysubtitles.org
         http://opensubtitles.org/id
         http://subscene.com
         http://alfamovie.com
         http://movieku.tk
         http://duniaboxofffice.com
http://www.averroespress.net/review-press/resensi-film.htmlhttp://i.ixnp.com/images/v6.59/t.gif

Jika teman-teman masih penasaran, Adamssein akan menganalisa film-film yang beredar. Untuk itu, do’akan semoga ada luang waktu untuk menuliskannya. Semoga artikel ini memberi manfaat lebih terhadap pembaca.



Sumber Pustaka:
Hadad, Tini (1997). Analisis Konseptual dan Kondisi Riil dalam Pertelevisian Indonesia. Kristanto, Purnawan (2008).

Sri Andayani dan Hanif Suranto, (1997). Perilaku Antisosial di Layar Kaca dalam Bercinta dengan Televisi. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Dedi Supriadi, (1997), Kontroversi tentang Dampak Kekerasan Siaran Televisi terhadap Perilaku pemirsanya dalam Bercinta dengan Televisi. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Wirodono, Sunardian (2006). Matikan TV-mu. Resist Book: Yogyakarta. Zulkifli, A (1996). PDI di Mata Golongan Menengah Indonesia. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti.

Muttaqin, Tatang. Dahsyatnya Gelombang Penghancur Iman dan Akhlaq. http://groups.yahoo.com/group/syiar-islam/message/25010

Lia. Dampak Film Kartun yang Mengandung Unsur Kekerasan Terhadap Perilaku Awal Masa Kanak-Kanak http://lia27.wordpress.com/2009/12/25/dampak-film-kartun-yang-mengandung-unsur-kekerasan-terhadap-perilaku-awal-masa-kanak-kanak-2/

Depatermen Agama Republik Indonesia. Al-Quran dan Terjemahnya, Juz 1 Juz 30. Penerbit PT. Kumudasmoro Grafindo Semarang.

Sumber Gambar:

Sumber Arsip Artikel:
Hussein, Muhammad Adam. 2011. 2011. Ciri Film Berkualitas Berbagai Sudut. http://www.adamsains.us/2011/08/ciri-film-berkualitas-berbagai-sudut.html


Sumber Pustaka Buku:

Hussein, Muhammad Adam. Ciri Film Berkualitas Berbagai Sudut dalam Buku Kumpulan Kupas Tuntas Fenomena Remaja. Penerbit CV. Adamssein Media, Sukabumi. Cetakan 1, 10 Desember 2011. Hal. 61 - 77.

Posting Komentar untuk "Ciri Film Berkualitas Berbagai Sudut"




Seedbacklink

Teh Celup Herbal Bidara Ruqyah

KLIK GAMBAR UNTUK PEMBELIAN/PEMESANAN